Cerpen versi yang sudah direvisi
Sweet Pea
Karya: Strigiformes
“Pesanan atas nama
Draco.” Seruan itu membuatku segera bangun dari kursi tunggu.
Aku pun berjalan
menghampiri meja kasir. Dari balik meja, seorang karyawati menyerahkan kantong
kertas berisi buket bunga yang kupesan.
Perlahan, aku mengendarai
sepeda motorku menjauhi area toko. Angin sepoi-sepoi yang berembus sejuk malam
ini, menemani perjalananku sambil kuceritakan padamu semua tentang aku dan
pemilik bunga cantik ini.
Kala itu, aku sedang
duduk di kursi halte dengan pikiran yang kacau. Hingga sepatah kata sapaan berhasil
menghentikan suara berisik yang menggema di kepalaku. Mataku menangkap kehadiran
seorang perempuan dengan senyum ramah yang duduk di sampingku.
Aku tidak terlalu suka
dengan kehadirannya. Bagiku, dia hanya membuat suasana menunggu bus saat itu
menjadi berat. Tetapi, setelah beberapa kali dia membicarakan tentang game,
yang merupakan hobiku, aku mulai menerima hadirnya.
Entah apa yang dia lakukan
pada pikiranku waktu itu. Begitu tersadar, aku sudah memberitahu nama dan
nomorku padanya. Kemudian fokusnya beralih ke gawai yang menampilkan halaman
utama aplikasi obrolan.
Lalu terjadilah sebuah
momen yang membuatku merasa konyol. Ketika bus yang kutunggu datang, aku segera beranjak memasuki
bus hingga belum menanyakan namanya. Jujur saja, aku selalu tertawa geli jika
teringat keadian itu.
Tidak lama kemudian, gawaiku
bergetar tanda pesan masuk. Dari nomor tidak dikenal, yang sudah bisa kutebak
siapa pemiliknya.
“Hai, aku Angel. Kita
baru saja bertemu di halte.” Tulisnya.
Aku menatap pesan itu cukup
lama, karena aku bingung harus membalas seperti apa. Lalu aku teringat saat di halte kami sempat
mengobrol tentang game, akhirnya aku
membicarakan hal itu dan kami pun saling bertukar ID game.
Seiring berjalannya waktu,
kami mulai dekat bukan hanya ketika bermain game. Kami jadi saling berbagi
cerita meski hanya lewat aplikasi obrolan atau ketika bertemu lagi di halte.
Karena aku mulai merasa cocok dengannya, jadi
pada tanggal cantik, 20 Februari, kuputuskan
untuk menyatakan perasaanku dan disambut baik oleh Angel.
Kami pun menjalani hari
layaknya sepasang kekasih. Berkencan, bermain game bersama, bertengkar, dan tidak jarang terjadi
salah paham diantara kami.
Hingga akhirnya aku dan
Angel memilih jalan yang berbeda. Aku merantau melanjutkan studi, sedangkan
Angel memilih untuk tetap bekerja.
Saat itu, Angel ragu dengan hubungan jarak jauh yang akan kami jalani, tapi sialnya aku tidak bisa meyakinkan dia untuk tetap bertahan.
Pada akhirnya kami sepakat untuk mengakhiri
hubungan kami. Meski begitu, kami kerap bermain game bersama dan berbalas
pesan.
Lampu lalu lintas berwarna merah membuatku menarik rem hingga berhasil menghentikan laju motorku.
Sembari menunggu, aku berpikir untuk memutar salah satu lagu favoritku. Tepat
saat lagu “Penyangkalan” mulai berputar, lampu lalu lintas berubah hijau. Kurasa lagu ini akan cocok dengan suasana dan kelanjutan dari ceritaku.
Du tengah padatnya jadwal dan tugas kuliah ada satu hal yang kusadari, aku tidak lagi melihat unggahan
cerita atau melihat Angel aktif dalam game. Aku bingung, marah, dan takut kalau
Angel sudah melupakanku.
Hingga tanpa sadar aku terlalu menyibukkan diri hanya untuk mengalihkan pikiran burukku.
Bahkan aku tidak menyadari batasku dan kewalahan untuk menangani masalah yang tidak terduga. Sampai aku merasa mentalku mulai tidak baik-baik saja.
Akhirnya aku berkonsultasi ke psikolog atas saran temanku. Setelah rutin konseling dan mencoba hal-hal yang disarankan, aku merasa keadaan mentalku perlahan membaik. Meskipun belum bisa dikatakan stabil.
Tetapi dengan keadaan
mental seperti itu, aku justru mencoba sebuah aplikasi kencan sampai berkenalan
dan menjalin hubungan dengan perempuan bernama Fika. Kuakui, itu merupakan salah
satu hal paling bodoh yang kulakukan saat itu.
Semakin sering berinteraksi
dengannya aku menyadari, bahwa suara dan kepribadiannya hampir mirip dengan
Angel, sosok yang sangat aku rindukan.
Akan tetapi, baru
beberapa minggu berpacaran Fika justru meninggalkanku. Sepertinya karena aku tidak
memberikan sejumlah uang saat dia memintanya.
Karena hal itu aku semakin merasa kesepian dan kembali merindukan Angel.
Pada saat itu aku sangat ingin
menghubunginya. Tetapi di sisi lain, perasaan ragu dan takut jika sudah
dilupakan itu masih ada.
Hingga pada suatu malam, aku mendapat keberanian dan sedikit
didesak oleh temanku untuk menghubunginya lagi.
“Hubungi dia Draco, daripada menyesal.” Begitu katanya.
Kutatap layar gawaiku yang menampilkan nama “Yang mulia Angel”, panggilan khusus dariku untuknya. Aku tahu, kamu pasti
berpikir itu adalah nama panggilan yang menggelikan, karena aku juga merasa
begitu.
Kata sapaan mulai kuketik lalu kukirim sebagai pembuka obrolan kami malam itu. Aku menunggu balasan dengan perasaan yang tidak tenang.
Di luar dugaan, Angel membalas pesanku
dengan hangat dan santai. Sejujurnya aku berharap masih ada dihatinya, tapi
sayang sekali Angel sudah punya kekasih.
Akhirnya malam itu Angel mengajakku untuk bermain game lagi setelah sekian lama. Untuk nostalgia katanya.
Dari situ, aku mengetahui alasan Angel tidak aktif dalam game maupun
sosial media. Ternyata gawainya tercebur got dan harus diganti, sedangkan dia
tidak mencadangkan datanya.
Aku juga selalu tertawa
geli jika teringat itu.
Hingga beberapa hari
kemudian, pukul setengah satu dini hari, Angel menghubungiku bahwa dia baru
saja putus, karena kekasihnya selingkuh. Sampai sekarang aku tidak tahu alasannya memberitahu hal itu padaku?
Tetapi, sebagai orang yang masih berharap aku seperti diberi kesempatan. Lalu malam berikutnya, tanpa pikir panjang aku kembali mengungkapkan perasaan dan Angel tidak
menolakku.
Baru sekarang aku sadar
bahwa itu keputusan yang buruk. Padahal aku menyadari, kalau Angel baru putus
kemarin dan mentalku belum stabil sepenuhnya.
“Meskipun aku sempat ragu,
karena orangnya kamu, aku akan coba menjalin hubungan lagi.” Kata Angel.
Kukira kali ini hubungan kami akan baik-baik saja, karena kami saling menghargai waktu dan kesibukan masing-masing. Namun, aku merasa Angel tidak terlalu peduli padaku. Dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya dibandingkan denganku.
Angel juga tidak jarang mengalihkan pembicaraan.
“Sudahlah, kita bahas nanti.” Selalu menjadi kalimatnya ketika pembahasan kami dirasa
cukup berat.
Hingga suatu malam aku memberanikan diri untuk bercerita tentang keadaan mentalku. Jika dipikir lagi, waktu itu aku sedikit memaksanya.
Aku sudah menjelaskan kalau
aku hanya ingin bercerita. Aku hanya ingin Angel tahu lebih banyak tentang
diriku. Tetapi di luar dugaanku, Angel justru membandingkan kehidupannya dengan
penyebab keadaan mentalku.
Pada akhirnya Angel kesal karena merasa nasehatnya tidak didengar dan aku merasa tidak dipahami.
Aku
sudah berusaha untuk membujuknya, tapi Angel yang masih marah lebih memilih pergi
dan tidak menghubungiku sama sekali.
Aku masih teringat kalimat terakhirnya, “Tidak ada hal yang harus kita bicarakan lagi.”
Sampai hari aku menceritakan
kisah ini padamu, aku selalu berpikir untuk menghubungi Angel. Apa yang harus
aku katakan? Maaf? Atau kalimat sapaan seperti selamat pagi atau malam? Atau
aku harus bertindak seolah tidak terjadi apapun?
Akan tetapi, kuputuskan untuk memberinya sesuatu sebagai tanda bahwa aku sudah selesai
dengan hubungan kami, tanda itu adalah buket bunga sweet pea berwarna ungu yang telah kuberikan padanya malam ini.
Terima kasih karena kamu sudah menemani perjalananku dan mendengarkan ceritaku. Sekarang aku harus berusaha menyelesaikan sisa perasaan ini.
Kurasa benar, jangan dulu membawa orang lain ke dalam hidup kita, jika kita masih belum berdamai dengan diri sendiri.
Bionarasi
Strigiformes, penulis yang lahir dan besar Di
Cirebon. Namanya merupakan bahasa latin dari burung hantu. Jika pada malam hari
burung hantu mencari mangsa, maka Strigiformes mencari ide cerita. Agar bisa menjadi lebih dekat, kunjungi dan ikuti @_strigiformes.idn_ di instagram.
Sedikit info, tokoh Angel itu terinspirasi dari kehidupan nyatanya!
Komentar
Posting Komentar